Ilmuwan WHO Prediksi DBD Lebih Mengancam AS Hingga Afrika di Masa Depan
SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demam berdarah (dbd) akan menjadi ancaman besar di Amerika Serikat (AS) bagian selatan, Eropa bagian selatan, dan wilayah baru Afrika pada dekade ini. Penyakit ini sebelumnya sering kali di laporkan di daerah tropis, seperti Indonesia.
“Kita perlu berbicara lebih proaktif mengenai demam berdarah,” ujar spesialis penyakit menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Jeremy Farrar dikutip dari Reuters.
Farrar mengatakan infeksi ini kemungkinan akan meningkat dan menjadi endemik di beberapa bagian Amerika Serikat, Eropa, dan Afrika. Semua wilayah itu sebelumnya memiliki penularan lokal yang terbatas.
Baca Juga: Ini yang Dilakukan Para Ilmuwan Atasi Karang Laut Semakin Rusak
Penyebaran yang luas di wilayah baru ini diprediksi akibat pemanasan global. Kondisi itu membuat wilayah-wilayah baru menjadi ramah bagi nyamuk yang menyebarkan penyakit tersebut. Hal ini akan memberikan tekanan besar pada sistem rumah sakit di banyak negara.
“Perawatan klinisnya sangat intensif, membutuhkan rasio perawat dan pasien yang tinggi. Saya sangat khawatir ketika hal ini menjadi masalah besar di Afrika sub-Sahara," ujar Farrar.
Penyakit ini telah lama menjadi momok di sebagian besar Asia dan Amerika Latin, menyebabkan sekitar 20 ribu kematian setiap tahunnya. Tingkat penyakit ini telah meningkat delapan kali lipat secara global sejak 2000, sebagian besar didorong oleh perubahan iklim serta peningkatan pergerakan manusia dan urbanisasi.
Baca Juga: Kiat Maksimalkan Pengalaman Nikmati Festival dan Acara Musik
Banyak kasus yang tidak tercatat, tetapi pada 2022 terdapat 4,2 juta kasus yang dilaporkan di seluruh dunia. Pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa tingkat penularan diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada tahun ini.
Perkiraan itu melihat kondisi Bangladesh yang saat ini sedang mengalami wabah terburuk yang pernah ada. Negara itu melaporkan lebih dari 1.000 kematian.
“Kita perlu benar-benar mempersiapkan negara-negara dalam menghadapi tekanan tambahan yang akan datang… di masa depan di banyak kota-kota besar," ujar Farrar.
Baca Juga: Sembilan Tips Menurunkan Risiko Penyakit Jantung
Tidak ada pengobatan khusus untuk demam berdarah, meskipun vaksin sudah tersedia. Awal pekan ini, WHO merekomendasikan vaksin Qdenga dari Takeda Pharmaceuticals untuk anak-anak berusia enam hingga 16 tahun di wilayah dengan infeksi tersebut sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan.
Qdenga juga disetujui oleh regulator Uni Eropa. Namun Takeda menarik permohonan penjualan di di Amerika Serikat awal tahun ini, dengan alasan masalah pengumpulan data. Takeda mengatakan pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS mengenai vaksin tersebut.