Genta

Memberi Arti dari Bulir-Bulir Kopi

Para santri dari Pondok Pesantren Taruna Insani Bogor sedang belajar meyeduh kopi di Toko Dunia Kopi, Jakarta.
Para santri dari Pondok Pesantren Taruna Insani Bogor sedang belajar meyeduh kopi di Toko Dunia Kopi, Jakarta.

JAKARTA - - Semerbak aroma kopi menyelimuti lantai basement Pasar Santa, Jakarta Selatan, dari arah pintu utama. Jejeran stoples kaca yang berisi butiran biji kopi berwarna hitam langsung terlihat memadati sebuah toko.

Di samping sisi kiri, terlihat kios yang serupa kedai kopi karena berderet alat-alat seduh yang beragam. Hal yang berbeda dari kedai biasanya adalah jejeran orang berdiri mengerubungi seorang pria yang sedang berbicara.

"Itu pengajar di sini, kita lagi kedatangan santri yang juga hafidz Alquran," ujar Suradi pada Rabu (31/5/2023).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Suradi merupakan pemilik Toko Dunia Kopi yang membuka kelas belajar meracik dan membuat seduhan kopi. Dia membuka kelas untuk siapa pun yang ingin belajar dengan leluasa.

Bagi yang ingin belajar untuk kebutuhan komersial, Suradi hanya memberikan tarif Rp500 ribu untuk menggunakan alat, kopi, dan lainnya secara bebas tanpa batas. "Ini cuma sebagai ganti kopi, susu, dan bayar yang anak-anak yang beresin itu," katanya.

Tapi, bagi masyarakat umum, seperti satpam atau penghuni kios pasar hingga para santri, pelatihan tidak dipungut biaya sepeser pun. Dia membebaskan siapa pun untuk belajar dan mengenal kopi di tokonya.

Kebetulan kali ini para santri dari Pondok Pesantren Taruna Insani Bogor, Jawa Barat, yang mengikuti kelas tersebut. Sebanyak tujuh santri yang kelas 12 dibawa untuk menggunakan mesin kopi secara langsung dengan dipandu pelatih-pelatih profesional.

"Kegiatan ini hampir setiap hari ada, bahkan pembeli di toko yang ingin belajar pun silakan," ujar Suradi.

Suradi ingin ilmu tentang kopi bisa diakses oleh siapa pun, tanpa terkecuali. Dia menceritakan, ada santri dari pondok pesantren lain yang juga belajar di tempatnya telah membuka kedai sendiri di lingkungan sekolahnya. Ada pula pegawai sekitar pasar yang kini sering diundang ke acara-acara untuk menyajikan kopi racikannya.

Program ini bermula sekitar 2014, ketika itu Pasar Santa direnovasi oleh PD Pasar Jaya. Kondisi pasar yang semakin baik membuat pengunjung banyak berdatangan.

Kondisi pasar yang ramai membuat Suradi ingin memanfaatkan untuk mengedukasi lebih dalam lagi tentang kopi. Dengan dukungan badan yang mengelola pasar-pasar di DKI Jakarta, termasuk Pasar Santa, Suradi mengaku kegiatan bisa terus berjalan hingga saat ini.

Suradi juga mengaku, bantuan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI pun sangat menolongnya. Sejak awal membuka toko, dia telah menjadi nasabah BRI, hingga kemudian dia membutuhkan bantuan dana, BRI pula yang mengucurkannya melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Nilai-nilai ini yang membuat saya ingin terus membantu kepada sesama manusia, porsi saya dalam bidang kopi ini," ujar bapak yang juga memiliki anak seorang santri itu.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image