Genta

Extended Producer Responsibility Perlu Terus Ditingkatkan untuk Menekan Jumlah Sampah Plastik

Freepik

Hingga saat ini, jumlah sampah plastik masih cukup besar sehingga menimbulkan persoalan lingkungan. Selain perlu sejumlah inovasi, kondisi ini juga perlu diselesaikan dengan meningkatkan penerapan extended producer responsibility (EPR).

Ketua Tim Peneliti Net Zero Waste Management Consortium, Ahmad Syafrudin mengatakan, skema extended producer responsibility (EPR) sendiri merupakan skema yang telah dicakup dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 75 Tahun 2019.

Regualasi itu hadir dengan mengatur perluasan tanggung jawab produsen atas seluruh daur hidup produknya, terutama terkait pengambilan kembali atau take back, daur ulang dan pembuangan akhir. Beriringan dengan hal tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan up sizing dimana produsen didorong untuk meninggalkan kemasan ukuran kecil dan beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum untuk mengurangi potensi timbulan sampah.

Baca Juga: Pemilahan Sampah Rumah Tangga di Indonesia, Bagaimana Arus Praktiknya?

Sampah botol produk minuman sendiri mendapat perhatian lebih karena saat ini kemasan minuman telah menggunakan kemasan plastik Polietilena Terefatalat (PET). Ia menilai, sebenarnya plastik PET memiliki nilai ekonomis sehingga tak seharusnya tercecer di pembuangan sampah atau lingkungan terbuka.

Masalahnya, lanjut Ahmad, bank sampah yang digadang-gadang menjadi tulang punggung dalam skema circular economy (CE) pengelolaan sampah hingga saat ini belum berjalan efektif di semua kota.

"Kami mendapati bank sampah di banyak kota belum efektif menyerap sampah dengan residual value tinggi sekalipun, karena sebagian besar masih bekerja ala kadarnya. Demikian halnya pemulung dan pelapak hanya menyerap sampah dengan residual value tinggi saja, sementara sampah dengan residual rendah dibuang cenderung diacuhkan," kata Ahmad.

Di satu sisi, ia juga menilai implementasi EPR dan CE hingga saat ini masih belum optimal. Hal ini menjadikan kalangan produsen leluasa mencitrakan dirinya sebagai korporasi yang ramah lingkungan, meski faktanya jauh dari itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Baca Juga: Alasan Millenial dan Generasi Z Lebih Pilih Produk Ramah Lingkungan, Meskipun Mahal

"Pemerintah perlu meningkatkan panduan dan bimbingan teknis pelaksanaan EPR dan CE agar program ini lebih efektif dan bahkan mampu mengatasi bias pada klaim sepihak oleh produsen dengan modus pencitraan perusahaan semata," ucapnya.

Berkaitan dengan isu ini, Net Zero Waste Management Consortium pun mengungkap sejumlah merek dengan volume sampah plastik terbanyak. Laporan ini diharapkan mampu mendorong agar merek melakukan langkah yang lebih agresif dalam menekan jumlah sampah tersebut.

Menurutnya, laporan ini disusun lewat audit sampah yang menumpuk di enam kota di Indonesia yakni Jakarta, Surabaya dan Medan, Makassar, Samarinda dan Bali. "Pada kategori sampah kemasan botol plastik, riset menyebut Sprite, Fanta dan Aqua sebagai tiga brand minuman yang sampah botolnya mendominasi pembuangan akhir sampah," kata dia.