Saujana

Konten Kreator Kena Rujak Warganet Usai Waiters yang Dikeluhkan Kena SP, Fenomena Generasi Stroberi?

Dok.AP
Dok.AP

SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID — Konten kreator Valeriana Thea dengan akun TikTok @valerianathea menjadi sasaran serangan komentar warganet usai video ulasan menu makanan steak-nya menjadi viral. Dalam video ulasan yang diunggahnya, Valeriana mengaku merasa dibentak waiters di gerai steak tersebut.

Hal itu setelah ia meminta lima menu steak dengan kematangan berbeda, lalu harus ditumpuk menjadi satu. Seorang pelayan pria restoran disebut membentak pelayan perempuan, yang memberitahu jika beberapa steak dengan kematangan berbeda memang tidak bisa ditumpuk. Namun Valeriana merasa bentakan itu tetap tertuju padanya.

“Eh dibentak anjir gue kaget banget, si mbak yang nolongin dibentak sama yang masaknya, itu nggak bisa digabung, anjir gue di sini bayar woy bukan minta, yaudah karena gue puasa gue istigfar aja, terus pas makan gue cobain, overall sih enak untungnya enak,” kata Valeriana dalam video tersebut.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Belakangan, muncul video dari dua waiters yang dimaksud dengan ucapan klarifikasi dan permintaan maaf. Dua pelayan restoran tersebut juga mengaku mendapat surat peringatan (SP) dari tempat mereka bekerja.

Alhasil akun Valeriana kena ‘rujak’ warganet. Sebagian besar menganggap konten kreator makanan dan kecantikan tersebut tidak bijak dalam menanggapi situasi. Kendati akun Valeriana sudah dibuat privat, namun sejumlah warganet terus mengomentari kejadian tersebut di kolom komentar lain.

Para warganet juga menilai permintaan tingkat kematangan steak terlalu berlebihan. Jadi, itu merupakan kesalahan sendiri dari si konten kreator.

Contohnya di akun TikTok @Rivanrahapurna, yang membuat stitch dari video Valeriana. Menurut Rivan, ada baiknya ketika hendak mengulas restoran, cukup ulas menu atau suasana tempat di sana. Jika ada hal yang tidak mengenakkan, bisa langsung diberitahukan ke pihak manajemen restoran, bukan lewat media sosial.

“Coba untuk lebih hati-hati aja dalam segala hal, kalau gini kan banyak blundernya, banyak orang tahu juya gitu loh, ya walaupun zaman sekarang apa-apa harus viral dulu baru bertindak,” kata Rivan dalam videonya.

“Harusnya mba bilang baik-baik, kasian orang kena SP,” tulis akun Jufri Londong.

Fenomena tersebut dan kejadian serupa lainnya saat ini, seolah jadi cerminan nyata atas apa yang disebut generasi stroberi. Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya “Strawberry Generation”, generasi stroberi pada dasarnya generasi yang penuh dengan gagasan kreatif, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.

Sementara itu, dilansir dari laman New Straits Times, Sabtu (8/4/2023), anak muda saat ini kerap disebut “generasi stroberi”, sebuah istilah yang secara longgar diambil dari neologisme Tiongkok yang berasal dari Taiwan, yang berarti “mudah rapuh”.

Menurut Zarlina Mohd Zamari, Senior lecturer, Academy of Language Studies, Universiti Teknologi Mara, Perak, jika 10 tahun yang lalu, para pendidik, misalnya, hanya menghadapi masalah seperti membolos, kurangnya motivasi dan plagiarisme, tapi kini, anak muda secara terbuka membahas masalah kesehatan mental mereka. Mereka ingin diketahui mengalami kewalahan, sedih, stres, berpotensi menyakiti diri sendiri, dan depresi.

Psikologi pendidikan dari masa lalu mencakup masalah yang berkaitan dengan interaksi kelas. Itu tidak menekankan pada gangguan kesehatan mental.

Faktanya, tren yang berkembang di kalangan generasi muda, merujuk ke konten buatan pengguna di TikTok untuk mengidentifikasi penyakit mental. Kaum muda mendapati diri mereka tertarik pada pemberi pengaruh kesehatan mental yang membagikan video tentang apa yang disebut gejala mereka.

Meskipun video ini menciptakan kesadaran yang lebih besar akan penyakit mental, seperti gangguan obsesif kompulsif, gangguan identitas disosiatif, dan bahkan autisme, jumlah misinformasi yang berlebihan dapat membuat kaum muda percaya bahwa mereka memiliki gangguan, padahal sebenarnya tidak.

Oleh karena itu, sudah saatnya lembaga pendidikan melatih para pendidik tentang mengelola masalah kesehatan mental untuk diri mereka sendiri dan siswa mereka. Mereka tidak boleh dibiarkan menavigasi perawatan kesehatan mental sendiri.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0