Hutan Kota Menyusut 60 Persen Jadi Penyebab Panas Ekstrem Bangladesh
SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tahun ini, suhu di Dhaka, Bangladesh, mencapai 40,6 derajat celsius (tertinggi dalam enam dekade) yang menyebabkan peningkatan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dan setidaknya 20 kematian.
Dan sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa ruang seperti taman, hutan kota, dan vegetasi lainnya (yang penting untuk mengendalikan suhu di kota) telah menyusut sebesar 66 persen selama tiga dekade terakhir di Dhaka North City Corporation, tempat ayah Afreen, Atiqul Islam, menjadi wali kota-nya.
Para ilmuwan yakin pemanasan global telah menyebabkan gelombang panas setidaknya 30 kali lebih besar kemungkinannya terjadi di Bangladesh dan India.
“Dhaka selalu panas, namun sekarang bahaya gelombang panas jauh lebih parah,” kata co-produser Moshari, film Bangladesh pertama yang lolos ke Oscar pada tahun lalu.
Dilansir dari The Guardian, Selasa (3/10/2023), ruang hijau merupakan komponen penting dalam perencanaan kota yang sering diabaikan di Bangladesh.
“Antara perubahan iklim dan urbanisasi yang pesat, kita dihadapkan pada peningkatan suhu tetapi sangat sedikit ruang hijau dan tempat berteduh untuk meredakan panas,” ucap Afreen.
Ketika suhu di Asia meningkat dua kali lipat dibandingkan suhu rata-rata global, Afreen harus mengatasi dampak panas ekstrem di kota kelahirannya itu. Sejak pemutaran perdana filmnya yang relate dengan kondisi Dhaka, ia telah mengambil peran baru sebagai kepala petugas panas ekstrem untuk Dhaka Utara.
Wanita berusia 30 tahun itu bergabung dengan jaringan petugas panas ekstrem yang semuanya perempuan, di kota-kota seluruh dunia, termasuk MiamiAthena, Melbourne, ibu kota Chili (Santiago), Freetown di Sierra Leone, dan Meksiko (Monterrey).
Penunjukannya merupakan bagian dari inisiatif yang dipimpin oleh Pusat Ketahanan Yayasan Adrienne Arsht-Rockefeller di Dewan Atlantik (dikenal sebagai Arsht-Rock), untuk membantu departemen pemerintahan kota dalam mengoordinasikan respons mereka terhadap panas ekstrem dan melindungi penduduknya dengan lebih baik.
Petugas panas ekstrem ditugaskan untuk mempercepat upaya perlindungan panas, dan memulai pekerjaan baru untuk mengurangi risiko dan dampak perubahan.
“Setiap tahun, panas ekstrem menyebabkan lebih banyak kematian di seluruh dunia dibandingkan bahaya iklim lainnya,” kata Afreen, yang sebelumnya bekerja sebagai eksekutif kesejahteraan sosial di bisnis garmen milik keluarganya, tempat ia membantu membentuk satuan tugas untuk mengurangi panas bumi.
Dhaka Utara sangat rentan terhadap efek panas karena pusat kotanya yang padat penduduk, dengan beberapa titik panas di perkotaan memiliki suhu lebih dari 10 derajat celsius lebih tinggi dibandingkan pedesaan sekitarnya.
Dengan perkiraan jumlah hari panas yang berbahaya dalam setahun akan meningkat dua kali lipat pada 2050, dampak panas ekstrem di Dhaka juga akan semakin meningkat. Ibu kota Bangladesh yang padat ini diperkirakan menjadi rumah bagi lebih dari 23 juta orang, dan sekitar 2.000 orang lagi datang setiap harinya.
Banyak dari mereka yang bermigrasi dari pedesaan setelah terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat bencana iklim lainnya. Dua pertiga wilayah Bangladesh berada pada ketinggian kurang dari lima meter di atas permukaan laut (dengan sekitar 10 persen wilayah negara itu hanya berada satu meter di atasnya), dan kenaikan permukaan laut serta angin topan yang diperkuat oleh panas telah memakan ratusan ribu hektar lahan.
Seorang warga Korail (daerah kumuh terbesar di Dhaka), Khatun mengatakan hanya orang kaya yang mampu menanggung panas ekstrem ini. “Kami tidak memiliki AC dan gubuk timah kami menjadi sangat panas di siang hari, tangan bisa terbakar saat menyentuhnya. Pipa airnya juga memanas sehingga kami bahkan tidak bisa mandi air dingin,” ujar dia.
Afreen mengatakan ada lebih dari 100 ‘bilik ATM air’ di mana masyarakat bisa mendapatkan air minum murah di Dhaka utara, yang rencananya ingin ia kembangkan ke seluruh kota.
Dia juga ingin membuat ‘cool map’ untuk membantu warga mengakses bilik air terdekat atau pusat pendingin, ruangan sementara ber-AC yang dirancang untuk memberikan kelonggaran dari panas ketika suhu naik ke tingkat berbahaya.
Namun, perluasan infrastruktur membutuhkan waktu, sementara parahnya tingkat panas di Dhaka memerlukan peningkatan upaya yang cepat untuk melindungi penduduk dan perekonomian kota itu.
Ketika suhu terus meningkat, seperti yang terjadi di banyak tempat di dunia, perempuan di Bangladesh mungkin menanggung beban yang tidak proporsional akibat dampak panas yang merusak secara fisik, sosial, dan keuangan.
“Jumlah pekerjaan tidak berbayar yang tidak merata mempersulit perempuan di sektor informal untuk mengakses atau berhasil di pasar tenaga kerja, sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas dan rendahnya gaji,” kata Afreen.
“Panas yang ekstrim juga berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan berbasis gender dan masalah kesehatan yang parah bagi perempuan,” ujar dia lagi. Tindakan protektif dan preventif, bagi dia, sangat dibutuhkan khususnya dalam melindungi perempuan.
