Genta

Legislator Minta Pemerintah Tak Lagi Toleransi Masa Transisi Tiktok Shop

Penjual sedang menjajakan dagangannya di live Tiktok Shop.
 
SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK menyebut masa transisi atau uji coba yang diberikan pemerintah kepada Tiktok Shop sudah tidak bisa ditoleransi. Waktu tiga bulan untuk melakukan transisi dia nilai semestinya sudah lebih dari cukup.
 
"Waktu tiga bulan yang diberikan pemerintah kepada TikTok semestinya lebih dari cukup. Pemerintah sebaiknya tidak menoleransi lagi," kata Amin AK kepada wartawan, Rabu (13/3/2024).
 
Amin menyayangkan langkah Tiktok menghidupkan kembali sosial-commerce mereka memanfaatkan keleluasaan yang diterima dalam tiga bulan terakhir. Berdasarkan pantauan yang dia lakukan, aplikasi asal China itu secara terang-terangan bisa bertransaksi langsung dengan konsumen.
 
"Dalam tiga bulan terakhir, berdasarkan pantauan kami, aplikasi TikTok sebagai aplikasi media sosial secara terang-terangan bisa bertransaksi langsung dengan konsumen," kata Amin.
 
Selain tidak adanya masa transisi atau migrasi sistem, Tiktok juga diduga melanggar ketentuan Permendag 31/2023 terkait interkoneksi data antara perusahaan terafilisasi. Meski transaksi disebut terjadi di-backend Tokopedia, tapi tetap terjadi interkoneksi data antara Tiktok sebagai sosial media dengan Tokopedia yang merupakan perusahaan terafiliasi.
 
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengawasi betul masa transisi Tiktok Shop yang sebelumnya sempat heboh ditutup karena model bisnis dagang mereka telah melemahkan pelaku usaha kecil-menengah. Demi membidik pasar Indonesia, Tiktok bahkan mengakusisi Tokopedia yang merupakan e-commerce lokal Tanah Air. 
 
"Jika di awal saja sudah jadi ‘bad boy’, kita pantas khawatir ke depan pelanggaran aturan akan Kembali terulang," ujar dia..
 
Amin mengatakan, sikap pemerintah Indonesia sangat jauh berbeda dengan pemerintah Amerika Serikat. Kebijakan Amerika dinilai sangat melindungi warganya dari kepentingan ekonomi dan keamanan data warga negaranya terhadap perusahaan asing yang beroperasi di negeri Paman Sam.
 
Dalam konteks keseriusan negara melindungi kepentingan konsumen, kekhawatiran bocornya data pribadi masyarakat AS yang berpotensi dapat diambil oleh pemerintah China. Kedua, keberpihakan pemerintah AS terhadap pelaku usaha di dalam negeri dan masa depan perekonomian nasional mereka, khususnya di sektor e-commerce.
 
"Saya melihat kebijakan pemerintah AS dan pemerintah Indonesia sangat berbeda jauh. Saya khawatir, akuisisi Tokopedia oleh TikTok itu menjadi ‘kuda troya’ penguasaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh TikTok dan perusahaan induknya," kata dia.
 
Ia juga khawatir, investasi BUMN Telkom melalui Telkomsel di GoTo (Gojek-Tokopedia) turut berpengaruh. Sebab, bukan tidak mungkin kepemilikan perusahaan pelat merah itu yang kini menjadi minoritas, data Telkomsel dimanfaatkan demi kepentingan perusahaan asing.
 
“Saya mendesak pemerintah untuk lebih tegas soal perlindungan data pribadi maupun keamanan nasional, termasuk keamanan perekonomian nasional. Jangan karena kita butuh investasi, namun abai terhadap upaya melindungi kepentingan bangsa dan negara," kata dia.
 
Seperti diketahui, DPR AS akan mengambil sikap terkait aturan yang memaksa Bytedance, menjual kepemilikan Tiktok kepada pemilik di luar China jika masih ingin beroperasi di Amerika, yang merupakan pasar terbesar. 
 
Menurut The Economist, media asal Inggris, AS menilai Tiktok digunakan sebagai alat propaganda China yang berbenturan dengan barat. Informasi yang tersebar melalui Tiktok disebut sangat bias dan tidak berdasar. Di sisi lain, Tiktok justru berhasil mengakuisisi Tokopedia yang merupakan ecommerce lokal terbesar di Indonesia.