Karyawan Berharap Jam Kerja Lebih Fleksibel Karena Alasan Ini
Brielle yang merupakan fresh graduate mengeluh karena dia kesulitan meluangkan waktu untuk olahraga di gym, memasak, membersihkan rumah, dan menjaga kesehatannya gara-gara jam kerjanya. Tidak mengejutkan jika orang-orang mulai mengolok-oloknya.
"Generasi ini benar-benar lemah. Mereka bahkan tidak dapat melakukan pekerjaan 9-5 tanpa mengalami gangguan mental," ujar seorang warganet berkomentar. Namun, banyak juga yang membela gadis itu dan mengatakan tidak perlu mengecam atau menghujat.
Baca Juga: Regina Art Mentas di Norwegia, Angkat Isu Kekerasan Seksual
Jadi, apakah pekerjaan 9-5 tidak lagi sesuai dan memang bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental? Jika demikian, apakah perlu ditawarkan sebuah model kerja yang lebih fleksibel supaya semua orang bisa menyeimbangkan hidup dan pekerjaan?
Dikutip dari laman Huffington Post, Selasa (31/10/2023), tahun ini Inggris mengesahkan Undang-Undang Hubungan Ketenagakerjaan (Bekerja Fleksibel) 2023. Pemerintah Inggris menggambarkan kerja fleksibel sebagai cara kerja yang sesuai kebutuhan karyawan. Misalnya, memiliki waktu mulai dan selesai yang fleksibel, atau bekerja dari rumah.
Artinya, di Inggris, pekerja mempunyai hak untuk meminta kerja yang fleksibel sejak hari pertama mereka bekerja di pekerjaan baru. Pemberi kerja diharuskan untuk mempertimbangkan setiap permintaan dan memberikan alasan yang masuk akal jika melakukan penolakan.
Baca Juga: HeHa Waterfall Bogor: Destinasi Air Terjun Buatan Terbesar Pertama di Indonesia
Akan tetapi, tidak ada jaminan 100 persen bahwa jam kerja fleksibel akan diberikan. Terutama, apabila perusahaan mempunyai alasan bisnis untuk menolak lamaran tersebut. Jika merasa keputusan perusahaan tidak adil, seseorang dapat membawanya ke pengadilan, meski bisa memakan waktu dan menyulitkan semua orang yang terlibat.
Bagi banyak orang, kerja fleksibel menawarkan solusi. Dari bekerja term time, part-time, atau menyesuaikan waktu mulai dan selesai. Saat ini, 51 persen pekerja di Inggris mengatakan bahwa mereka memiliki pengaturan kerja yang fleksibel dengan perusahaan mereka.
Menurut The Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD), jumlah itu tampaknya akan terus bertambah. CIPD melaporkan bahwa dalam enam bulan terakhir, lebih dari sepertiga organisasi mengalami peningkatan permintaan terhadap kerja fleksibel.
Baca Juga: Refleksi Krisis Iklim Melalui Karya Seni di Museum Basoeki Abdullah
Dalam laporan tahun 2021, CIPD menyoroti perusahaan-perusahaan yang menerapkan sistem kerja hybrid dan fleksibel. Salah satu organisasi tersebut adalah Blood Cancer UK, yang menerapkan perubahan besar dalam cara kerja karyawan.
Pegawai Blood Cancer UK punya lebih banyak pilihan jam kerja usai pandemi Covid-19. Dengan kata lain, sudah ada perusahaan yang menerapkan jam kerja fleksibel untuk karyawan. Hal itu pun terbukti meningkatkan efektivitas, baik dalam hal produktivitas maupun loyalitas karyawan.
"Ini memerlukan perubahan besar dalam cara bekerja kami. Ini semua tentang bagaimana Anda memperlakukan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai dan mampu melakukan pekerjaan terbaiknya," kata direktur amal efektivitas organisasi Blood Cancer UK, Lisa Freshwater.
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/placeholder.jpg)